Seminar dan Simposium Nasional di Makasar

By Admin 19 Agu 2016, 16:25:06 WIBInfo

Arus perubahan sosial global dalam satu dekade belakangan ini makin menunjukkan akselerasi pergeseran masyarakat, termasuk relasi antar negara. Indonesia, tahun 2016 ini tengah masuk era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), suatu kesepakatan regional yang mengubah struktur kuasa perdagangan kearah yang lebih terbuka, bahkan kompetitif. MEA tidak saja memungkinkan perubahan demografis manusia, percepatan mobilitas, dari satu negara ke negara lain. Ia juga akan mempengaruhi situasi relasi ekonomi, struktur sosial, konfigurasi politik, atau dinamika budaya suatu negara. Berlakunya MEA ini, maka tantangan Indonesia menghadapi perubahan sosial sesungguhnya kian terasa tidak ringan, sebaliknya menjadi tantangan serius.
Jika dikaitkan dengan konteks kepentingan nasional dan keterpengaruhan global, keikutsertaan Indonesia dalam forum MEA sesungguhnya belum sepenuhnya siap. Kecenderungan makin terbuka pengaruh pasar pada aspek ekonomi, teknologi, dan modal membawa Indonesia masih dalam posisi rentan.Demikian hal urusan kualitas sumber daya manusia masih rendah, apalagi dorongan negara untuk melindunginya dalam pusaran global menjadi sinyal beban berat.Ketidaksiapan ini tentu akan berdampak, terutama sekali bagi masyarakat bawah. MEA adalah bukti tantangan pasar bebas di level ASEAN.
Dalam situasi perekonomian nasional yang masih lemah, tuntutan persaingan global antar negara kian gencar.Jika situasi ini tidak diantisipasi, bahkan skema kerjasama Indonesia lebih pada penyesuaian skenario negara maju, maka potensi ketergantungan negara berkembang seperti Indonesia kepada negara maju makin terasa merugikan. Kecilnya peran negara ternyata menjadi persoalan karena aktivitas ekonomi tak mendapatkan kontrol. Modal-modal besar dari negara maju banyak digunakan untuk membuat proyek ekstraktif, eksplorasi sumber daya alam secara berlebihan. Selain itu investasi yang seharusnya mampu menyerap lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia,tetapi justeru mendatangkan tenaga kerja asing dari China (saat ini sedang terjadi kontroversi tenaga kerja ilegal). Hal ini tentu saja akan membuat tenaga dalam negeri kehilangan harapan.
Demikian pula, pergeseran arah kebijakan dengan memperkuat penanaman modal yang terkonsentrasi pada bidang industri juga berdampak buruk pada sektor pertanian. Dapat diperhatikan misalnya, pada sepuluh tahun terakhir masyarakat banyak beralih profesi dari sektor pertanian ke sektor industri seiring laju urbanisasi. Dampaknya adalah,sektor pertanian kian termarginalisasi, apalagi perhatian subsidi pada pertanian makin menyusut seiring penyesuaian skema neoliberalisme. Kenyataan ini tentu saja ironis karena indonesia adalah negeri agraris.
Jika dilihat dari kacamata kepentingan bangsa, perubahan relasi sosial ekonomi global sebagaimana tergambar dari kecenderungan diatas, tentu hal itu juga berpengaruh pada situasi nasionalitas Indonesia. Pulralitas masyarakat dengan segala kompleksitas masalah didalamnya, tantangan serius yang perlu mendapatkan perhatian adalah menjaga integrasi bangsa. Menghubungkan perspektif keadilan dengan pembangunan misalnya, orientasi kebijakan ekonomi politik menjadi faktor penentu terbangunnya suatu integrasi disisi lain, maupun potensi disintegrasi suatu bangsa di sisi lain. Selain itu, kemampuan menjawab tantangan transformasi kewarganegaraan menjadi agenda serius bangsa ini.
Dalam konteks demikian, Indonesia saat ini dan kedepan memang dituntut untuk mampu memecahkan masalah nasional dalam dua kutup. Pada satu sisi kebutuhan membangun relasi ekonomi politik yang berkeadilan dalam relasi global, pada sisi lain bagaimana memperkuat integrasi nasional dalam sistem demokrasi yang berlatar sosio-kultural majemuk. Pembicaraan semacam ini sangat relevan, dan pembahasan strategi ekonomi politik dan langkah-langkah mengawal integrasi nasional diharapkan membantu menyajikan pendekatan alternatif sesuai tantangan jaman. Dalam konteks itulah, seminar nasional mengenai “Tantangan Indonesia Menghadapi Perubahan Sosial Global dan Mengawal Integrasi Nasional” sangat relevan digelar.

Dalam Seminar Nasional ini melahirkan empat pertanyaan pokok: (1) bagaimana peta problem ekonomi politik yang dihadapi Indonesia dalam menghadapi arus perubahan global?; (2) apa yang perlu disiapkan dari aspek kelembagaan dan sumberdaya manusia dalam kompetisi ASEAN dan Global?; (3) bagaimana strategi nasional dalam memelihara integrasi nasional melalui strategi pembangunan?; (4) peran-peran apa yang perlu dilakukan ilmuwan sosial dan praktisi dalam mendorong pembangunan yang memperkuat integrasi nasional?
Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) sebagai organisasi dan komunitas lintas profesi dengan latar belakang sosiologi terdorong untuk bisa berkontribusi memecahkan masalah dan tantangan di atas. Keragaman sebaran aktivitas dan pengalaman yang dimiliki para sosiolog, setidaknya akan bisa berkontribusi di berbagai sektor dan lini perubahan.

Tantangan Indonesia Menghadapi Perubahan Sosial Global dan Mengawal Integrasi Nasional
Makasar, 28-30 September 2016

Keynote Speaker:
Bapak M. Hanif Dhakiri-Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI


Nara Sumber:
Daniel Sparringa, MA., Ph.D
Imam B. Prasodjo MA., Ph.D

Panelis:
Dr. Arie Sudjito (FISIP UGM)
Dr. F.S. Sika Eri Seda (FISIP UI)
Dr. Suparman Abdullah (FISIPOL UNHAS)
 

Informasi lebih lanjut : http://www.sosiologi-unhas.com/



Kontak

ISI Sosiologi
Jurusan Sosiologi FISIP UGM
Sosio Yustisia 2, Yogyakarta
E. sekretariat@isi-sosiologi.org
@. Facebook/ISISosiologi
@. Twitter/ISISosiologi

Keanggotaan

Registrasi formulir keanggotaan Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) melalui form

Sharing Informasi

Untuk memberikan informasi terbaru, silahkan akses : form

Link terkait:
APSSI | APSA | ISA |